Kamis, 16 April 2015

sejarah kelahiran dan perkembangan sastra indonesia

 


 SEJARAH KELAHIRAN DA
PERTUMBUHAN SASTRA INDONESIA
A.  Kelahiran Sastra Indonesia

  1. Pengertian Sastra

        Istilah sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “tulisan” atau
“karangan”. Sastra (su-sastra) biasanya diartikan sebagai karangan dengan
bahasa yang indah dan isi yang baik. Bahasa yang indah artinya bahasa yang
mampu menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya
berguna dan mengandung nilai pendidikan. Indah dan baik ini menjadi fungsi
sastra yang terkenal dengan istilah dulce et utile (Horatius). Dengan kata lain,
dulce et utile bermakna bahwa sastra itu menyenangkan dan memberikan
pencerahan. Bentuk fisik-lahiriah sastra yang disebut karya sastra merupakan
hasil kreativitas sastrawan yang berisikan ungkapan perasaan dan pikiran
mereka (Bagyo S. (ed.), 1986: 7).
Karya sastra yang dihasilkan para sastrawan telah melalui perjalanan sejarah
yang cukup lama. Sejarah tersebut dirumuskan dalam periodisasi dan
angkatan untuk membedakan sekaligus mengelompokkannya. Ketika kita
membahas masalah perkembangan sastra Indonesia, bayangan kita
seringkali tertuju pada angkatan-angkatan sastra Indonesia, seperti angkatan
1920-an atau disebut juga angkatan Balai Pustaka; angkatan 1933, yang
disebut juga angkatan Pujangga Baru; angkatan 1945 yang disebut angkatan
Pendobrak, dan angakatn 1966 atau disebut juga angkatan Orde Lama.
Penting disimak bahwa, perkembangan sastra Indonesia berbanding lurus
dengan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia,
terutama pendidikan formal, dimulai tahun 1900-an, yaitu ketika penjajah Belanda
membolehkan bangsa  boemi poetra (sebutan untuk orang Indonesia oleh
Belanda) memasuki pendidikan formal. Tentu saja pendidikan formal saat itu
adalah milik penjajah Belanda.
Istilah periodisasi sering dikacaukan dengan angkatan. Untuk itu, istilah tersebut
akan diterangkan secara sepintas. Periode (periodisasi) perkembangan sastra
adalah kesatuan waktu yang ditandai dengan suatu sistem norma tertentu, atau
dengan suatu pembeda yang menggunakan kurun waktu, atau angka tahun.
Adapun angkatan adalah pembagian zaman dalam kesusastraan yang
didasarkan pada persamaan konsepsi atau ide yang hendak diperjuangkan.
Konsep atau ide tersebut tersirat dalam karya sastra yang dihasilkan, meskipun
tidak dikemukakan secara formal, dalam suatu manifestasi atau rumusan
konsep.
Secara umum sastra Indonesia dibagi menjadi Sastra Indonesia Lama dan Sastra
Indonesia Baru. Antara periode Sastra Indonesia Lama (klasik, tradisional) dan
Sastra Indonesia Baru dimunculkan Sastra Indonesia Peralihan oleh sebagian
ahli. Berikut ini akan diterangkan Sastra Indonesia Lama dan Sastra Indonesia
Baru.


  • Sastra Indonesia Lama

Hampir semua ahli sepakat bahwa Sastra Indonesia (Melayu) Lama tidak
diketahui kapan munculnya. Sebagian ahli berpendapat bahwa Sastra
Indonesia Lama adalah periode sastra yang dimulai pada masa prasejarah
(sebelum suatu bangsa mengenal tulisan) dan berakhir pada masa Abdullah
bin Abdul Kadir Munsyi. Tetapi setidaknya dapat dikatakan bahwa Sastra
Indonesia Lama muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban bangsa
Indonesia, namun kapan bangsa Indonesia itu ada juga masih menjadi
perdebatan. Yang tidak disepakati oleh para ahli adalah kapan sejarah sastra
Indonesia memasuki masa baru. Ada yang berpendapat bahwa Sastra
Indonesia Lama berakhir pada masa Kebangkitan Nasional (1908), masa
Balai Pustaka (1920), dan masa munculnya Bahasa Indonesia (1928). Ada
pula yang berpendapat bahwa Sastra Indonesia Lama berakhir pada masa
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi (1800-an). Ada juga yang mengatakan bahwa
sastra Indonesia Lama berakhir pada masa Balai Pustaka. Sastra Indonesia
Lama tidak dapat digolong-golongkan berdasarkan jangka waktu tertentu -
seperti halnya Sastra Indonesia Baru - karena hasil-hasil dari sastra masa ini
umumnya tidak mencantumkan waktu dan nama pengarangnya.


  • Sastra Indonesia Baru
Sastra Indonesia Baru ditandai dengan digunakannya bahasa Indonesia.
Sebagai cerminan pikiran dan perasaan manusia - dalam hubungannya
dengan sastra - bahasa menggambarkan suatu keadaan atau gambaran
dalam pikiran yang disajikan dengan penuh imajinasi atau pencitraan. Sastra
Indonesia Baru (modern) lahir bersamaan dengan mulai menyingsingnya fajar
nasionalisme Indonesia. Jatuh bangunnya sastra Indonesia modern tidak
terlepas dari dialektika sejarah terbangunnya nasionalisme itu sendiri. Dalam
konteks ini, tafsir atas nasionalisme tentu tidak terlepas dari dominasi
kekuasaan suatu rezim politik sebagai bagian dari praktik politik hegemoni.
Dalam konteks ini pun Sastra Indonesia Baru  lebih bersifat dinamis,
individualistis, realistis. Para sastrawan pada zaman ini lebih berani meniru,
menyatakan, menggambarkan isi hatinya seperti sastrawan Eropa.
Sastra Indonesia Baru, menurut beberapa ahli, dimulai dari munculnya romanroman terbitan Balai Pustaka tahun 1900-an. Oleh karena itu, dibandingkan
dengan sastra dunia, sejarah Sastra Indonesia Baru (SI) hingga sekarang
terhitung masih sangat muda. SI setidaknya didasarkan pada lahirnya Balai
Pustaka sebagai tonggak politik sastra Indonesia. Munculnya unsur
nasionalisme dalam karya sastra tanah air, menjamurnya karya sastra dengan
tema sosial masyarakat modern, serta mulai ditinggalkannya ciri sastra lama
menjadi ciri SI.
Perjalanan sejarah SI dibagi sesuai dengan pertimbangan momentum
perubahan sosial dan politik (Rosidi, 1968). Pembagian yang lebih rinci
dengan angka tahun menjadi  1900--933, 1933--942, 1942--945, 1945--953,
1953--961, dan 1961--1967 dengan warna masing-masing sebagaimana
tampak pada sejumlah karya-karya sastra yang penting. Kemudian pada
periode 1961-1967 tampak menonjol warna perlawanan dan perjuangan
mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan
dan penggalian berbagai kemungkinan pembacaan sastra.


 B.  Perkembangan Sastra Indonesia

Karena genre sastra terdiri dari tiga bentuk, yaitu puisi, prosa, dan drama,
maka ada baiknya kita menganalisis perkembangan genre sastra ini dari tiga
bentuk itu. Dengan demikian, dalam pembelajaran ini Anda akan menganalisis
perkembangan puisi, prosa, dan drama dalam lingkup sastra Indonesia.
Perkembangan Puisi
Dilihat dari segi kewaktuan, puisi Indonesia dibedakan menjadi puisi lama dan
puisi modern. Puisi lama Indonesia umumnya berbentuk pantun atau syair dan
bersifat anonim karena tidak disebutkan siapa pengarangnya. Puisi lama
menjadi milik masyarakat.
Puisi modern, atau puisi baru, berkembang sejak bangsa Indonesia mengenal
pendidikan formal.  Puisi modern Indonesia mulai muncul tahun 1920-an
karena pada tahun itulah bangsa terdidik Indonesia mulai muncul. Sejak itu
puisi baru Indonesia terus berkembang.

when I see you again, paul walker



It's been a long day without you my friend
Hari-hari terasa lama tanpamu, teman

And I'll tell you all about it when I
see you again
Dan kan kuceritakan semua ini padamu saat aku bertemu denganmu lagi

We've come a long way from where we began
Kita tlah datang jauh dari tempat kita mulai

Oh I'll tell you all about it when I see you again
Oh kan kuceritakan semua ini padamu saat aku bertemu denganmu lagi

When I see you again
Saat aku bertemu denganmu lagi

Damn who knew
Sial, siapa yang mengira

All the planes we flew
Pesawat-pesawat yang kita tumpangi

Good things we've been through
Hal-hal baik yang tlah kita lewati

That I'll be standing right here talking to you
Bahwa aku kan berdiri di sini berbincang denganmu

Bout another path
Tentang jalan lain

I Know we loved to hit the road and laugh
Aku tahu dulu kita suka ngebut di jalanan dan tertawa

But something told me that it wouldn't last
Tapi ada sesuatu yang memberitahuku bahwa itu takkan selamanya

Had to switch up
Harus beralih

Look at things different, see the bigger picture
Melihat hal-hal dengan cara berbeda, melihat gambar yang lebih besar

Those were the days
Itu adalah hari-hari

Hard work forever pays
Kerja keras selamanya berbalas

Now I see you in a better place
Kini aku bertemu denganmu di tempat yang lebih baik

How could we not talk about family when family's all that we got?
Bagaimana mungkin kita tak bicara tentang keluarga saat hanya itu yang kita punya?

Everything I went through you were standing there by my side
Segala yang kulewati, kau berdiri tegar di sisiku

And now you gonna be with me for the last ride
Dan kini kau kan bersamaku untuk balapan terakhir


Back to I

First you both go out your way
Awalnya, kalian berdua bertualang

And the vibe is feeling strong
Dan getaran itu terasa kuat

And what's Small turn to a friendship
Dan yang dulunya kecil berubah jadi persahabatan

A friendship turn into a bond
Persahabatan berubah jadi ikatan

And that bond will never be broken
Dan ikatakan itu takkan pernah patah

And the love will never get lost
Dan cinta itu takkan pernah hilang

And when brotherhood come first
Dan ketika persaudaraan didahulukan

Then the line Will never be crossed
Maka garis itu takkan pernah dilintasi

Established it on our own
Berdiri tegak sendiri

When that line had to be drawn
Saat garis itu harus ditarik

And that line is what we reached
Dan garis itulah yang tlah kita capai

So remember me when I'm gone
Maka ingatlah aku saat aku tiada

How could we not talk about family when family's all that we got?
Bagaimana mungkin kita tak bicara tentang keluarga saat hanya itu yang kita punya?

Everything I went through you were standing there by my side
Segala yang kulewati, kau berdiri tegar di sisiku

And now you gonna be with me for the last ride
Dan kini kau kan bersamaku untuk balapan terakhir

So let the light guide your way
Maka biarlah cahaya memandu jalanmu

Hold every memory as you go
Kudekap setiap kenangan saat kau pergi

And every road you take
Dan setiap jalan yang kau tempuh

will always lead you home
Akan selalu menuntunmu pulang

Makalah pengantar pendidikan



PENDIDIKAN DAN MODAL MANUSIA
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam Era Globalisasi saat sekarang ini, kita dapat melihat sekaligus merasakan  semangkin ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. hal ini di perburuk dengan keadaan alam yang terasa sudah tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan oleh manusia pada khususnya. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sebagai nilai guna yang lebih. Tidak hanya pada pengolahan alam, namun terlebih lagi pada syarat-syarat atribut yang di gunakan untuk kualifikasi dalam bidang sektor-sektor pekerjaan yang ada. Tolak ukur yang pertama dalam kualifikasi pekerjaan adalah pendidikan. Oleh sebab itu, semangkin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semangkin besar peluang untuk mendapat pekerjaan yang layak dan baik itulah jawaban umum di era global saat ini. Dalam perkembangan nya dahulu, Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum dari Negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan.
Opini yang berkembang justru pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan demikian membawa orang pada keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor. Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya sisa setelah yang lain terlebih dahulu. Cara pandang seperti itu sekarang sudah mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan pembangunan dalam berbagai sektor.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi dalam bentuk Human Capital (Modal Manusia) telah berkambang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap Negara bahwa pembangunan sektor pendidikan untuk meningkatkan modal manusia merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan suatu masalah yakni :
1.     Apa yang dimaksud dengan human capital ( modal manusia ) ?
2.     Apa hubungan antara pendidikan dan modal manusia ?
3.     Apa arti penting pendidikan dan modal manusia ?
4.     Apa manfaat pendidikan dan modal manusia dalam pembangunan sebuah negara ?
5.     Permasalahan apa yang di hadapi dalam meningkatkan  pendidikan dan modal manusia dalam masyarakat ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.     Defenisi human capital ( modal manusia )
Konsep capital manusia diperkenalkan oleh Theodore w. Schultz lewat pidatonya yang berjudul “ Investment in human capital” dihadapan kepada para ekonom Amerika pada tahun 1960. Sebelumnya para ekonom hanya mengenal capital fisik berupa alat-alat,mesin dan perlatan produktif lainnya yang diperkirakan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.[1][3]
Gagasan tersebut mengandung makna bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif, melainkan suatu bentuk investasi sumber daya manusia. Pendidikan, sebagai suatu sarana pengembangan kualitas manusia, memiliki kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan negara melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi tenaga kerja.
Dari gagasan tersebut, mulai berkembang berbagai batasan pengertian tentang kapital manusia. Ace Suryadi (1999: 52) dalam bukunya Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan mengemukakan bahwa kapital manusia menunjuk pada tenaga kerja yang merupakan pemegang kapital sebagaimana tercermin di dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang.
Elinor Ostrom (2000: 175) melihat kapital manusia sebagai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh seseorang yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan. Sementara Robert M. Z Lawang (2004:10) merumuskan kapital manusia sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pelatihan dan/ atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melakukan kegiatan tertentu.[2][4]
Capital manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan mereka keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara baru. Capital fisik berwujud, ia diwujudkan dalam bentuk materi yang jelas. Adapun capital manusia tidak berwujud, diwujudkan dalam keterampilan dan pengetahuan yang dipelajari individu. Capital fisik memudahkan aktivitas produktif, begitu juga capital manusia
Alasan mengapa pendidikan sebagai kapital manusia karena Pendidikan merupakan investasi yang paling penting dalam modal manusia untuk menjawab tantangan global pada saat ini. Oleh karena itu keahlian dan kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Diperlukannya usaha-usaha dan program-program untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan bermutu tinggi untuk menghadapi persaingan internasional karena dunia kerja sangat menunutut untuk memperoleh sumber daya manusia yang bervarietas tinggi.
Pengakuan terhadap capital manusia melalui pendidikan formal diwujudkan dalam bentuk ijazah pendidikan. Sedangkan pengakuan terhadap capital manusia yang didapat melalui pendidikan nonformal ditunjukkan oleh penerimaan terhadap serifikat yang dimiliki. Dan pendidikan informal biasanya tidak melalui ijazah atau sertifikat yang dimiliki, tetapi cenderung bersifat informal. Dengan kata lain, masyarakat mengakui seseorang memiliki suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau atribut serupa lainnya yang diperlukan oleh masyarakat seperti kemampuan memijat atau pengobatan alernatif.

2.  Hubungan antara Pendidikan dan Modal manusia
Pendidikan dan modal manusia berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi. Di satu sisi, modal manusia yang semakin besar dapat meningkatkan pengembalian atas investasi di bidang pendidikan, karena modal manusia merupakan faktor penting dalam kehadiran di sekolah dan dalam proses pembelajaran formal seorang anak. Di sisi lain semakin besarnya modal pendidikan dapat meningkatkan pengembalian atas inviestasi di bidang kesehatan, karena banyak program kesehatan yang bergantung pada pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan penting sebagai agen sosialisasi terhadap semua capital yang ada(capital manusia,social,budaya, dan simbolik), selain sebagai agen sosialisasi, pendidikan juga berperan sebagai agen hegemoni dalam capital budaya dan capital simbolik. Dengan demikian pendidikan menjadi simpul dari pertemuan semua capital yang ada.


3.     Arti Penting Pendidikan dan modal manusia
Pendidikan dan modal manusia adalah tujuan pembangunan mendasar; Pendidikan dan modal manusia  masing-masing juga memiliki arti yang penting. modal manusia  sangat penting artinya bagi kesehjateraan sedangkan pendidikan bersifat esensial bagi kehidupan yang memuaskan dan berharga; Keduanya sangat fundamental dalam kaitanya dengan gagasan yang lebih luas mengenai peningkatan kapabilitas manusia sebagai makna pembangunan kesejahteraan yang sesungguhnya.
Pada saat yang sama pendidikan juga memainkan peran penting untuk meningkatkan kemampuan suatu negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu modal manusia adalah prasyarat bagi peningkatan produktivitas, dan pendidikan yang berhasil juga bergantung pada modal manusia yang memadai. Dengan demikian modal manusia dan pendidikan juga dapat dipandang sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital-sebagai input bagi fungsi produksi agregat.
Meningkatkan pendidikan dan modal manusia merupakan suatu tantangan yang besar bagi negara-negara berkembang. Dalam suatu Negara, Distribusi modal manusia dan pendidikan sangatlah penting.

4. manfaat pendidikan dan modal manusia bagi pembangunan negara
4.1 Pendidikan Sebagai Investasi
Sebagai barang komoditi, pendidikan merupakan barang konsumsi dan sekaligus sebagai barang investasi. Sebagai barang konsumsi ia memberikan kepuasan kepada manusia secara langsung pada saat memperoleh pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Sebagai barang investasi ia diharapkan tidak hanya memberikan kepuasan sesaat, tetapi mempunyai kapasitas jangka panjang untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik di masa yang akan datang (Psacharopoulos dan Woodhall, 1985). Pendidikan sebagai investasi akan selalu berperan bahwa pada waktu yang akan datang berfungsi sebagai modal dasar dalam pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan bangsa, khususnya pembangunan otonomi daerah (UU.No.32/Th.2004)
Kita semua menyadari bahwa sebagai barang investasi, pendidikan merupakan unsur penting dalam pembentukan sumber daya modal manusia (human capital) yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya modal fisik (physical capital) yang secara bersama-sama berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bangsa pada umumnya. Kualitas sumber daya modal manusia suatu bangsa bersumber dari dua, yaitu dari unsur genetic dan unsur kemampuan yang di perolehnya. Pendidikan sebagai investasi memberikan andil dalam pembentukan unsur kedua tersebut. Kesadaran seperti ini mula-mula diangkat oleh Schultz (1961) bahwa “The production of human capital is derived from the acquition of the amount of know ledge and skills during the scooling period”, masalah tersebut kemudian dikembangkan lebih jauh oleh tokoh-tokoh aliran “human capital” berikutnya.
Pendidikan sebagai investasi dapat dilihat dari tiga tataran, yaitu ; 1) tataran makro pendidikan, 2) mikro pendidikan, dan 3) proses belajar mengajar di kelas.
Secara makro, dibalik pemahaman pendidikan sebagai investasi, terkandung konsep pendekatan yang meletakkan pendidikan dalam konteks sistem yang lebih luas, yaitu pertumbuhan ekonomi dan/atau pembangunan bangsa. Artinya, produk pendidikan tidak semata-mata dilihat sebagai luaran yang berdiri sendiri melainkan juga merupakan masukan komponen dari sistem yang lebih luas. Ini berarti bahwa investasi pendidikan mengandung biaya kesempatan (opportunity costs). Maksudnya dengan menginvestasikan di bidang pendidikan berarti suatu bangsa pada suatu priode tertentu akan kehilangan kesempatan untuk berinvestasi dibidang lain. Isunya menjadi, seberapa besar proporsi dari sumber daya yang ada perlu diinvestasikan dibidang pendidikan dan seberapa besar yang perlu diinvestasikan dalam bidang lain yang ikut membentuk kapasitas sumber daya modal manusia dan seberapa besar investasi perlu diberikan untuk modal fisik.
Selain itu, perlu diingat bahwa sumber daya yang perlu diinvestasikan dibidang pendidikan tidak hanya menyangkut anggaran, tetapi juga sumber daya modal manusianya, karena itu negara manapun pendidikan merupakan salah satu industri jasa yang padat karya. Sebagian negara yang mengalokasikan anggaran pendidikan berdasarkan proporsi dari pendapatan nasional, sebagian lagi mengunakan proporsi dari pengeluaran pemerintah, dan sebagian lagi proporsinya tidak menentu. Di sebagian negara, anggaran pendidikan dialokasikan secara terpisah dengan anggaran pemerintah sektor yang lain.
Mengkaji  yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini adalah menurunnya pendapatan nasional sebagai akibat belum pulihnya perekonomian nasional dari situasi krisis multidimensional yang berkepanjangan. Apabila kondisi ini terus berkelanjutan, maka proporsi anggaran pendapatan nasional secara fixed dapat berakibat kepada menurunnya secara riil sumber dana pendidikan dari pemerintah, yang mestinya tidak perlu terjadi. Lebih-lebih pada era otonomi daerah sekarang ini, proporsi yang fixed dan berlaku nasional mungkin tidak akan menjamin tercukupinya biaya operasional pendidikan yang ada di Daerah Kabupaten/ Kota yang sebagian besar APBD-nya bertumpu kepada dana alokasi umum.

4.2  Modal manusia sebagai investasi
Modal manusia adalah istilah yang sering digunakan para ekonom untuk mengacu pada pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia lainya yang jika di tingkatkan dapat meningkatkan produktivitas.  Investasi di bidang modal manusia ini dianalogikan seperti investasi konvensional dalam modal fisik.  Setelah dilakukan investasi awal, aliran pendapatan yang lebih tinggi di masa yang akan datang dapat diperoleh dari peningkatan kualitas pendidikan.
Pendidikan dan modal manusia juga berkontribusi langsung terhadap kesehjateraan.  Sebagai contoh, modal manusia dan pendidikan meningkatkan pemberdayaan  dan kemandirian dalam hal-hal penting kehidupan, seperti kapasitas untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, mengambil keputusan untuk diri sendiri, dan kebebasan untuk memilih sendiri masa depan yang akan dihadapinya kelak.

5.Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pendidikan dan
manusia dalam kesejahteraan masyarakat
Tingkat pendidikan jauh lebih tinggi di negara-negara berpendapatan tinggi.  Dengan pendapatan yang lebih tinggi maka warga dan pemerintah dapat mengeluarkan dana yang lebih besar untuk kepentingan pendidikan , dan dengan pendidikan yang lebih baik produktivitas dan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah di capai.  Karena adanya hubungan ini maka kebijakan pembangunan perlu difokuskan pada pendapatan dan pendidikan secara bersamaan. Orang-orang umumnya akan mengeluarkan dana lebih besar bagi modal manusia jika pendapatan lebih tinggi.
Pendidikan sebagai investasi tidak hanya bagi pemerintah atau bangsa, tetapi juga individu peserta didik yang bersangkutan karena keuntungan yang diperoleh dari pendidikan dapat bersifat keuntungan pribadi maupun sosial (Solmon, 1997; Supriadi, 2002). Isu makro perlu memperoleh perhatian adalah siapa yang harus membiayai pendidikan sebagaai investasi, pemerintahkah, orang tua peserta didikkah, masyarakat pemakai hasil pendidikankah, atau kombinasi diantara ketiga unsur tersebut?.
          Pasal 33 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyiratkan bahwa ketiga unsur itulah yang membiayai penyelenggaraan pendidikan, tetapi seberapa besar kontribusi masing-masingnya tidak ditetapkan. Ada pemerintah negara yang membiayai penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya di seluruh jenjang dan jenis pendidikan. Namun demikian, pada umumnya negara yang sudah maju membiayai sepenuhnya penyelenggaraan pendidikan pada jenjang yang diwajibkan. Pada tataran ini pertimbangan pemerintah, keadilan, kualitas, dan efisiensi menjadi isu yang mengemuka diantara debat tokoh ekonomi dan pendidikan. Kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, isu yang dapat menjadi bahan diskusi adalah manakah yang lebih tepat mengalokasikan anggaran untuk pendidikan, oleh Pemerintah Pusat, Daerah, atau kombinasi keduanya ? Dalam konteks ini, tantangan yang dihadapi Indonesia adalah beragamnya kemampuan daerah membiayai pendidikan yang diikuti dengan kemampuan masyarakat atau orang tua peserta didiknya yang beragam pula.
Pada tataran mikro pendidikan, setidak-tidaknya ada dua isu fundamental yang perlu mendapat perhatian dalam membahas pendidikan sebagai investasi yaitu; Pertama, walaupun semua orang sepakat bahwa investasi dibidang pendidikan itu penting tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana peran pendidikan itu dalam memberikan andil membentuk sumber daya modal manusia yang selanjutnya dapat berperanan dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan bangsa. Apakah bahwa kunci pembentukan sumber daya modal manusia itu terletak pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki melalui pendidikan ? Kalau itupun benar, jenis pengetahuan dan keterampilan yang seperti apakah yang benar-benar mendukung pembentukan sumber daya modal manusia yang sesuai dengan kebutuhan teknologi yang diinvestasikan melalui modal fisik. Tantangan yang dihadapi adalah demi efisiensi dan persaingan global, teknologi yang dipergunakan selalu berubah dan berkembang dengan cepat, sementara itu karena sifatnya perubahan di bidang pendidikan lebih lambat (Knowles, 1990). Lebih-lebih pada era teknologi informasi, perkembangan teknologi menjadi sangat cepat sehingga informasi menjadi sumber daya yang tak terbatas di masa mendatang melampaui perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang disosialisasikan melalui pendidikan, seperti yang diprediksi oleh Halah (1998).
Kedua, implikasi dari isu tersebut di atas adalah timbulnya pertanyaan yaitu seberapa besar investasi perlu diberikan antar jenjang dan jenis pendidikan ? Manakah yang lebih tepat, apakah investasi perlu lebih banyak pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, atau bahkan pendidikan luar sekolah ? Hampir semua literatur pendidikan menyepakaati bahwa investasi di bidang pendidikan dasar perlu memperoleh prioritas karena di suatu sisi secara ekonomis memberikan nilai balik (rate of return) yang paling tinggi, dan disisi lain secara sosiologis sebagai jalan untuk meningkatkan persamaan dan pemerataan memproleh pendidikan. Kebijakan ini diharapkan juga akan membawa dampak jangka panjang kepada pemerataan kesempatan untuk mobilisasi sosial dan pemerataan pendapatan. Debat tentang mana lebih penting menginvestasikan lebih banyak pada bidang pengembangan ilmu atau pengetahuan propesional di tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi masih berlanjut. Penelitian Nurhadi, 1988-1989; Asrori,1999 - 2000 ) menunjukan bahwa dalam jangka panjang pendidikan menengah umum ternyata menghasilkan nilai balik lebih besar dari pendidikan menengak kejuruan, terkecuali sekolah menengah kejuruan yang lulusannya memerlukan keterampilan dengan tingkat presisi yang tinggi.

Dalam menghadapi isu mikro seperti ini, tantangan yang dihadapi adalah terjadinya stagnasi kesempatan kerja sebagai akibat dari memburuknya ekonomi nasional, dan bahkan di beberapa sektor telah terjadi pemutusan hubungan kerja sehingga memperbesar angka pengangguran. Ini akan semakin memperkecil probabilitas nilai balik investasi pendidikan. Sementara itu, dampak dari keadaan tersebut bisa dua macam, satu kemungkinan adalah menurunnya tuntutan (demand) akan pendidikan sebagai reaksi terhadap pasar, kemungkinan lain justru akan memacu persaingan yang ketat di bidang pendidikan sehingga meningkatkan tuntutan akan pendidikan. Apabila kemungkinan kedua yang terjadi, maka dapat terjadi investasi berlebihan (over-invesment) dibidang pendidikan (seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1975) sehingga peran pendidikan bergeser menjadi instrumen seleksi saja bagi dunia industri (Thurow, 1974; Bowles and Gintis, 1976). Data penerimaan mahasiswa baru di Indonesia dua tahun terakhir ini lebih menunjukkan gejala yang kedua.
Isu yang ketiga adalah pada tataran kelas. Dari kacamatan teori fungsi produksi, proses pendidikan terjadi karena berinteraaksinya berbagai masukan instrumental pendidikan yang diharapkan akan mewarnai masukan peserta didik menjadi lulusan yang diharapkan (Cohn, 1979). Hasil rangkuman studi di 12 negara yang sedang berkembang, menunjukkan bahwa ada tiga masukan instrumental utama yang berperanan menentukan kualitas luaran pendidikan, yaitu: 1) jumlah jam riil guru mengajar di depan kelas, 2) ketersediaan dan pengunaan buku pelajaran, dan 3) ketersediaan dan pengunaan laboratorium (Simmons, 1980). Menjadi isu yang menarik adalh apakah biaya pendidikan yang secara terbatas diperoleh telah dialokasikan secara baik sesuai dengan komponen penentu kualitas luar pendidikan tersebut ?
Lebih Spesifik lagi apakah alokasi anggaran rutin yang disediakan telah mengacu keadaan system alokasi biaya operasional pendidikan untuk mendukung ketiga komponen tersebut? Sebagimana kita ketahui bahwa sampai saat Ini sekitar 80 sampai 95 persen anggaran rutin dialokasikan untuk gaji yang secara rutin diberikan setiap bulan. Tantangan yang kita hadapi adalah, sementara belanja pegawai (dalam bentuk gaji) telah mendominasi biaya operasional pendidikan yang seharusnya juga dialokasikan untuk kedua masukan instrumental yang lain, secara absolut nilai rupiah yang diterima masih jauh dari kebutuhan riil untuk hidup para pendidik kita.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persoalan pendidikan sebagai investasi merupakan isu yang kompleks dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan masing-masing isu tersebut sekarang ini juga semakin berat. Pembahasan tentang investasi pendidikan ini akan lebih cermat lagi apabila kita juga menyadari berbagai keterbatasan yang melekat kepada investasi pendidikan. Schultz (in psacharopoulos, 1987) menyebutkan bahwa setidak-tidaknya ada tujuh karakteristik investasi pendidikan yang membedakn dengan investasi fisik dan sekaligus merupakan keterbatasannya, yaitu:
1.     sumber daya modal manusia hasil dari pendidikan selalu melekat pada
individu sehingga tidak dapat dijualbelikan atau ditransfer ke pihak lain serta hanya dapat dimanfaatkan di tempat individu itu berada;
2.     untuk memperoleh keuntungan atau nilai balik dari investasi pendidikan, individu yang bersangkutan harus aktif sendiri;
3.      lama waktu memanfaatkan sumber daya modal manusia terbatas kepada usia hidup yang bersangkutan;
4.     seseorang harus aktif kontribusi dalam investasi pendidikan, paling tidak menginvestasikan waktunya untuk mengandung biaya kesempatan;
5.      akan lebih efisien investasi pendidikan dilakukan pada usia muda;
6.       hasil investasi pendidikan dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang berbeda, ada yang cepat usang, ada yang stagnasi, tetapi juga ada yang meningkat; dan
7.     pada umumnya karena alasan tertentu investasi pendidikan untuk wanita berbeda dengan pria.
  

BAB III
KESIMPULAN
Jadi perlu kita sadari bahwa pentingnya peranan pendidikan sebagai Human Capital karena modal manusia untuk tetap hidup bukan hanya ditentukan oleh modal yang berupa materi saja akan tetapi pendidikan dibutuhkan untuk jembatan menuju manusia yang berwawasan luas.berdedikasi tinggi dan mempunyai skill yang mumpuni untuk menghadapi tantangan global saat ini Dunia usaha pada masa sekarang ini telah banyak menuntut manusia yang mempunyai skill yang spesifik untuk turut andil pada peningkatan produksi,oleh karena itu pendidikan dituntut untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,berdaya saing serta menpunyai keahlian dan ketrampilan.
Dalam hal ini Pendidikan bukan hanya Pendidikan formal seperti SD,SLTP.SMA dan Perguruan Tinggi akan tetapi termasuk Pendidikan latihan seperti Training Centre, kursus, Balai latihan khusus dll.
James S. Colemen (2008:373), menunjukan bahwa sebagaimana kapital fisik yang di ciptakan dengan mengubah materi untuk membentuk alat yang memudahkan produksi, kapital manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan mereka keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara yang baru. Perbedaan kapital fisik dengan kapital manusia dapat kita lihat dalam wujudnya. Kapital fisik itu berwujud sedangkan kapital manusia tidak berwujud.