PENDIDIKAN DAN MODAL MANUSIA
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Dalam Era Globalisasi saat sekarang ini, kita dapat
melihat sekaligus merasakan semangkin ketatnya persaingan untuk
mendapatkan pekerjaan. hal ini di perburuk dengan keadaan alam yang terasa
sudah tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan oleh manusia pada
khususnya. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan
yang dapat mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sebagai nilai guna yang
lebih. Tidak hanya pada pengolahan alam, namun terlebih lagi pada syarat-syarat
atribut yang di gunakan untuk kualifikasi dalam bidang sektor-sektor pekerjaan
yang ada. Tolak ukur yang pertama dalam kualifikasi pekerjaan adalah
pendidikan. Oleh sebab itu, semangkin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semangkin besar peluang untuk mendapat pekerjaan yang layak dan baik itulah
jawaban umum di era global saat ini. Dalam perkembangan nya dahulu, Pendidikan
dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk
pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini
pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum
dari Negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi
perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk
menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam
gerak langkah pembangunan.
Opini yang berkembang justru pembangunan sektor
pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa jelas
manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan demikian membawa orang pada
keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor pendidikan sebagai
pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor. Ketidakyakinan ini misalnya terwujud
dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan
anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang yang tidak
bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya sisa
setelah yang lain terlebih dahulu. Cara pandang seperti itu sekarang sudah
mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan
peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan memposisikan manusia
sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan pembangunan dalam
berbagai sektor.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi dalam
bentuk Human Capital (Modal Manusia) telah berkambang secara pesat dan semakin
diyakini oleh setiap Negara bahwa pembangunan sektor pendidikan untuk
meningkatkan modal manusia merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan
sektor-sektor pembangunan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan suatu masalah yakni :
1.
Apa
yang dimaksud dengan human capital ( modal manusia ) ?
2.
Apa
hubungan antara pendidikan dan modal manusia ?
3.
Apa
arti penting pendidikan dan modal manusia ?
4.
Apa
manfaat pendidikan dan modal manusia dalam pembangunan sebuah negara ?
5.
Permasalahan
apa yang di hadapi dalam meningkatkan pendidikan dan modal manusia dalam masyarakat
?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi
human capital ( modal manusia )
Konsep capital manusia diperkenalkan oleh
Theodore w. Schultz lewat pidatonya yang berjudul “ Investment in human capital”
dihadapan kepada para ekonom Amerika pada
tahun 1960. Sebelumnya para ekonom hanya mengenal capital fisik berupa
alat-alat,mesin dan perlatan produktif lainnya yang diperkirakan memberikan kontribusi
kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Gagasan
tersebut mengandung makna bahwa proses
perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan sekedar sebagai
suatu kegiatan konsumtif, melainkan suatu bentuk investasi sumber daya manusia.
Pendidikan, sebagai suatu sarana pengembangan kualitas manusia, memiliki
kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan negara melalui peningkatan
keterampilan dan kemampuan produksi tenaga kerja.
Dari gagasan tersebut, mulai berkembang berbagai batasan
pengertian tentang kapital manusia. Ace Suryadi (1999: 52) dalam bukunya Pendidikan,
Investasi SDM, dan Pembangunan mengemukakan bahwa kapital manusia menunjuk
pada tenaga kerja yang merupakan pemegang kapital sebagaimana tercermin di
dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang.
Elinor Ostrom (2000: 175) melihat kapital manusia sebagai
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh seseorang yang diperlukan untuk
melakukan suatu kegiatan. Sementara Robert M. Z Lawang (2004:10) merumuskan
kapital manusia sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan,
pelatihan dan/ atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang
perlu untuk melakukan kegiatan tertentu.
Capital
manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan mereka
keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara
baru. Capital fisik berwujud, ia diwujudkan dalam bentuk materi yang jelas.
Adapun capital manusia tidak berwujud, diwujudkan dalam keterampilan dan
pengetahuan yang dipelajari individu. Capital fisik memudahkan aktivitas
produktif, begitu juga capital manusia
Alasan mengapa pendidikan
sebagai kapital manusia karena Pendidikan merupakan investasi yang paling
penting dalam modal manusia untuk menjawab tantangan global pada saat ini. Oleh
karena itu keahlian dan kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga
kerja sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang
dimiliki oleh masing-masing individu. Diperlukannya usaha-usaha dan
program-program untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan bermutu
tinggi untuk menghadapi persaingan internasional karena dunia kerja sangat
menunutut untuk memperoleh sumber daya manusia yang bervarietas tinggi.
Pengakuan terhadap capital manusia melalui
pendidikan formal diwujudkan dalam bentuk ijazah pendidikan. Sedangkan
pengakuan terhadap capital manusia yang didapat melalui pendidikan nonformal
ditunjukkan oleh penerimaan terhadap serifikat yang dimiliki. Dan pendidikan
informal biasanya tidak melalui ijazah atau sertifikat yang dimiliki, tetapi
cenderung bersifat informal. Dengan kata lain, masyarakat mengakui seseorang
memiliki suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau atribut serupa lainnya
yang diperlukan oleh masyarakat seperti kemampuan memijat atau pengobatan
alernatif.
2.
Hubungan antara Pendidikan dan Modal manusia
Pendidikan dan modal manusia berkaitan erat dengan
pembangunan ekonomi. Di satu sisi, modal manusia yang semakin besar dapat
meningkatkan pengembalian atas investasi di bidang pendidikan, karena modal
manusia merupakan faktor penting dalam kehadiran di sekolah dan dalam proses
pembelajaran formal seorang anak. Di sisi lain semakin besarnya modal
pendidikan dapat meningkatkan pengembalian atas inviestasi di bidang kesehatan,
karena banyak program kesehatan yang bergantung pada pendidikan.
Pendidikan memiliki peranan penting sebagai agen sosialisasi
terhadap semua capital yang ada(capital manusia,social,budaya, dan simbolik),
selain sebagai agen sosialisasi, pendidikan juga berperan sebagai agen hegemoni
dalam capital budaya dan capital simbolik. Dengan demikian pendidikan menjadi
simpul dari pertemuan semua capital yang ada.
3. Arti
Penting Pendidikan dan modal manusia
Pendidikan dan modal manusia adalah tujuan pembangunan
mendasar; Pendidikan dan modal manusia
masing-masing juga memiliki arti yang penting. modal manusia sangat penting artinya bagi kesehjateraan
sedangkan pendidikan bersifat esensial bagi kehidupan yang memuaskan dan
berharga; Keduanya sangat fundamental dalam kaitanya dengan gagasan yang lebih
luas mengenai peningkatan kapabilitas manusia sebagai makna pembangunan
kesejahteraan yang sesungguhnya.
Pada
saat yang sama pendidikan juga memainkan peran penting untuk meningkatkan
kemampuan suatu negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan
mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan
berkelanjutan. Selain itu modal manusia adalah prasyarat bagi peningkatan
produktivitas, dan pendidikan yang berhasil juga bergantung pada modal manusia
yang memadai. Dengan demikian modal manusia dan pendidikan juga dapat dipandang
sebagai komponen pertumbuhan dan
pembangunan yang vital-sebagai input bagi fungsi produksi agregat.
Meningkatkan
pendidikan dan modal manusia merupakan suatu tantangan yang besar bagi
negara-negara berkembang. Dalam suatu Negara, Distribusi modal manusia dan
pendidikan sangatlah penting.
4. manfaat pendidikan dan modal
manusia bagi pembangunan negara
4.1 Pendidikan Sebagai Investasi
Sebagai barang komoditi, pendidikan merupakan barang
konsumsi dan sekaligus sebagai barang investasi. Sebagai barang konsumsi ia
memberikan kepuasan kepada manusia secara langsung pada saat memperoleh
pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Sebagai barang
investasi ia diharapkan tidak hanya memberikan kepuasan sesaat, tetapi
mempunyai kapasitas jangka panjang untuk menghasilkan produk dan jasa yang
lebih baik di masa yang akan datang (Psacharopoulos dan Woodhall, 1985).
Pendidikan sebagai investasi akan selalu berperan bahwa pada waktu yang akan
datang berfungsi sebagai modal dasar dalam pertumbuhan ekonomi maupun
pembangunan bangsa, khususnya pembangunan otonomi daerah (UU.No.32/Th.2004)
Kita semua menyadari bahwa sebagai barang investasi,
pendidikan merupakan unsur penting dalam pembentukan sumber daya modal manusia (human
capital) yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya modal fisik (physical
capital) yang secara bersama-sama berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan bangsa pada umumnya. Kualitas sumber daya modal manusia suatu
bangsa bersumber dari dua, yaitu dari unsur genetic
dan unsur kemampuan yang di perolehnya. Pendidikan sebagai investasi memberikan
andil dalam pembentukan unsur kedua tersebut. Kesadaran seperti ini mula-mula
diangkat oleh Schultz (1961) bahwa “The production of human capital is
derived from the acquition of the amount of know ledge and skills during the
scooling period”, masalah tersebut
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh tokoh-tokoh aliran “human capital”
berikutnya.
Pendidikan sebagai investasi dapat dilihat dari tiga
tataran, yaitu ; 1) tataran makro pendidikan, 2) mikro pendidikan, dan 3)
proses belajar mengajar di kelas.
Secara makro, dibalik pemahaman pendidikan sebagai
investasi, terkandung konsep pendekatan yang meletakkan pendidikan dalam
konteks sistem yang lebih luas, yaitu pertumbuhan ekonomi dan/atau pembangunan
bangsa. Artinya, produk pendidikan tidak semata-mata dilihat sebagai luaran
yang berdiri sendiri melainkan juga merupakan masukan komponen dari sistem yang
lebih luas. Ini berarti bahwa investasi pendidikan mengandung biaya kesempatan (opportunity
costs). Maksudnya dengan menginvestasikan di bidang pendidikan berarti
suatu bangsa pada suatu priode tertentu akan kehilangan kesempatan untuk
berinvestasi dibidang lain. Isunya menjadi, seberapa besar proporsi dari sumber
daya yang ada perlu diinvestasikan dibidang pendidikan dan seberapa besar yang perlu
diinvestasikan dalam bidang lain yang ikut membentuk kapasitas sumber daya
modal manusia dan seberapa besar investasi perlu diberikan untuk modal fisik.
Selain
itu, perlu diingat bahwa sumber daya yang perlu diinvestasikan dibidang
pendidikan tidak hanya menyangkut anggaran, tetapi juga sumber daya modal
manusianya, karena itu negara manapun pendidikan merupakan salah satu industri
jasa yang padat karya. Sebagian negara yang mengalokasikan anggaran pendidikan
berdasarkan proporsi dari pendapatan nasional, sebagian lagi mengunakan
proporsi dari pengeluaran pemerintah, dan sebagian lagi proporsinya tidak
menentu. Di sebagian negara, anggaran pendidikan dialokasikan secara terpisah
dengan anggaran pemerintah sektor yang lain.
Mengkaji yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat
ini adalah menurunnya pendapatan nasional sebagai akibat belum pulihnya
perekonomian nasional dari situasi krisis multidimensional yang berkepanjangan.
Apabila kondisi ini terus berkelanjutan, maka proporsi anggaran pendapatan
nasional secara fixed dapat berakibat kepada menurunnya secara riil
sumber dana pendidikan dari pemerintah, yang mestinya tidak perlu terjadi.
Lebih-lebih pada era otonomi daerah sekarang ini, proporsi yang fixed
dan berlaku nasional mungkin tidak akan menjamin tercukupinya biaya operasional
pendidikan yang ada di Daerah Kabupaten/ Kota yang sebagian besar APBD-nya
bertumpu kepada dana alokasi umum.
4.2
Modal manusia sebagai investasi
Modal manusia adalah istilah yang
sering digunakan para ekonom untuk mengacu pada pendidikan, kesehatan, dan
kapasitas manusia lainya yang jika di tingkatkan dapat meningkatkan
produktivitas. Investasi di bidang modal
manusia ini dianalogikan seperti investasi konvensional dalam modal fisik. Setelah dilakukan investasi awal, aliran
pendapatan yang lebih tinggi di masa yang akan datang dapat diperoleh dari
peningkatan kualitas pendidikan.
Pendidikan dan modal manusia juga
berkontribusi langsung terhadap kesehjateraan.
Sebagai contoh, modal manusia dan pendidikan meningkatkan
pemberdayaan dan kemandirian dalam
hal-hal penting kehidupan, seperti kapasitas untuk terlibat dalam kehidupan
bermasyarakat, mengambil keputusan untuk diri sendiri, dan kebebasan untuk
memilih sendiri masa depan yang akan dihadapinya kelak.
5.Permasalahan
yang dihadapi dalam peningkatan pendidikan dan
manusia
dalam kesejahteraan masyarakat
Tingkat pendidikan jauh lebih tinggi di negara-negara
berpendapatan tinggi. Dengan pendapatan
yang lebih tinggi maka warga dan pemerintah dapat mengeluarkan dana yang lebih
besar untuk kepentingan pendidikan , dan dengan pendidikan yang lebih baik
produktivitas dan pendapatan yang lebih tinggi akan lebih mudah di capai. Karena adanya hubungan ini maka kebijakan
pembangunan perlu difokuskan pada pendapatan dan pendidikan secara bersamaan.
Orang-orang umumnya akan mengeluarkan dana lebih besar bagi modal manusia jika
pendapatan lebih tinggi.
Pendidikan sebagai investasi tidak hanya bagi pemerintah
atau bangsa, tetapi juga individu peserta didik yang bersangkutan karena
keuntungan yang diperoleh dari pendidikan dapat bersifat keuntungan pribadi
maupun sosial (Solmon, 1997; Supriadi, 2002). Isu makro perlu memperoleh
perhatian adalah siapa yang harus membiayai pendidikan sebagaai investasi,
pemerintahkah, orang tua peserta didikkah, masyarakat pemakai hasil
pendidikankah, atau kombinasi diantara ketiga unsur tersebut?.
Pasal
33 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyiratkan bahwa ketiga unsur itulah yang
membiayai penyelenggaraan pendidikan, tetapi seberapa besar kontribusi
masing-masingnya tidak ditetapkan. Ada pemerintah negara yang membiayai
penyelenggaraan pendidikan sepenuhnya di seluruh jenjang dan jenis pendidikan.
Namun demikian, pada umumnya negara yang sudah maju membiayai sepenuhnya
penyelenggaraan pendidikan pada jenjang yang diwajibkan. Pada tataran ini
pertimbangan pemerintah, keadilan, kualitas, dan efisiensi menjadi isu yang
mengemuka diantara debat tokoh ekonomi dan pendidikan. Kaitannya dengan
pelaksanaan otonomi daerah, isu yang dapat menjadi bahan diskusi adalah manakah
yang lebih tepat mengalokasikan anggaran untuk pendidikan, oleh Pemerintah
Pusat, Daerah, atau kombinasi keduanya ? Dalam konteks ini, tantangan yang
dihadapi Indonesia adalah beragamnya kemampuan daerah membiayai pendidikan yang
diikuti dengan kemampuan masyarakat atau orang tua peserta didiknya yang
beragam pula.
Pada tataran mikro pendidikan, setidak-tidaknya ada dua isu
fundamental yang perlu mendapat perhatian dalam membahas pendidikan sebagai
investasi yaitu; Pertama, walaupun semua orang sepakat bahwa investasi
dibidang pendidikan itu penting tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana
peran pendidikan itu dalam memberikan andil membentuk sumber daya modal manusia
yang selanjutnya dapat berperanan dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan
bangsa. Apakah bahwa kunci pembentukan sumber daya modal manusia itu terletak
pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki melalui pendidikan ? Kalau
itupun benar, jenis pengetahuan dan keterampilan yang seperti apakah yang benar-benar
mendukung pembentukan sumber daya modal manusia yang sesuai dengan kebutuhan
teknologi yang diinvestasikan melalui modal fisik. Tantangan yang dihadapi
adalah demi efisiensi dan persaingan global, teknologi yang dipergunakan selalu
berubah dan berkembang dengan cepat, sementara itu karena sifatnya perubahan di
bidang pendidikan lebih lambat (Knowles, 1990). Lebih-lebih pada era
teknologi informasi, perkembangan teknologi menjadi sangat cepat sehingga
informasi menjadi sumber daya yang tak terbatas di masa mendatang melampaui
perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang disosialisasikan melalui
pendidikan, seperti yang diprediksi oleh Halah (1998).
Kedua, implikasi
dari isu tersebut di atas adalah timbulnya pertanyaan yaitu seberapa besar
investasi perlu diberikan antar jenjang dan jenis pendidikan ? Manakah yang
lebih tepat, apakah investasi perlu lebih banyak pada tingkat pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, atau bahkan pendidikan luar sekolah ?
Hampir semua literatur pendidikan menyepakaati bahwa investasi di bidang
pendidikan dasar perlu memperoleh prioritas karena di suatu sisi secara
ekonomis memberikan nilai balik (rate of return) yang paling tinggi, dan
disisi lain secara sosiologis sebagai jalan untuk meningkatkan persamaan dan
pemerataan memproleh pendidikan. Kebijakan ini diharapkan juga akan membawa
dampak jangka panjang kepada pemerataan kesempatan untuk mobilisasi sosial dan
pemerataan pendapatan. Debat tentang mana lebih penting menginvestasikan lebih
banyak pada bidang pengembangan ilmu atau pengetahuan propesional di tingkat
sekolah menengah dan perguruan tinggi masih berlanjut. Penelitian Nurhadi,
1988-1989; Asrori,1999 - 2000 ) menunjukan bahwa dalam jangka panjang
pendidikan menengah umum ternyata menghasilkan nilai balik lebih besar dari
pendidikan menengak kejuruan, terkecuali sekolah menengah kejuruan yang
lulusannya memerlukan keterampilan dengan tingkat presisi yang tinggi.
Dalam menghadapi isu mikro seperti ini, tantangan yang
dihadapi adalah terjadinya stagnasi kesempatan kerja sebagai akibat dari
memburuknya ekonomi nasional, dan bahkan di beberapa sektor telah terjadi
pemutusan hubungan kerja sehingga memperbesar angka pengangguran. Ini akan
semakin memperkecil probabilitas nilai balik investasi pendidikan. Sementara
itu, dampak dari keadaan tersebut bisa dua macam, satu kemungkinan adalah
menurunnya tuntutan (demand) akan pendidikan sebagai reaksi terhadap
pasar, kemungkinan lain justru akan memacu persaingan yang ketat di bidang
pendidikan sehingga meningkatkan tuntutan akan pendidikan. Apabila kemungkinan
kedua yang terjadi, maka dapat terjadi investasi berlebihan (over-invesment)
dibidang pendidikan (seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun
1975) sehingga peran pendidikan bergeser menjadi instrumen seleksi saja bagi
dunia industri (Thurow, 1974; Bowles and Gintis, 1976). Data penerimaan
mahasiswa baru di Indonesia dua tahun terakhir ini lebih menunjukkan gejala
yang kedua.
Isu yang ketiga adalah pada
tataran kelas. Dari kacamatan teori fungsi produksi, proses pendidikan terjadi
karena berinteraaksinya berbagai masukan instrumental pendidikan yang
diharapkan akan mewarnai masukan peserta didik menjadi lulusan yang diharapkan (Cohn,
1979). Hasil rangkuman studi di 12 negara yang sedang berkembang,
menunjukkan bahwa ada tiga masukan instrumental utama yang berperanan
menentukan kualitas luaran pendidikan, yaitu: 1) jumlah jam riil guru mengajar
di depan kelas, 2) ketersediaan dan pengunaan buku pelajaran, dan 3) ketersediaan
dan pengunaan laboratorium (Simmons, 1980). Menjadi isu yang menarik
adalh apakah biaya pendidikan yang secara terbatas diperoleh telah dialokasikan
secara baik sesuai dengan komponen penentu kualitas luar pendidikan tersebut ?
Lebih Spesifik lagi apakah alokasi anggaran rutin yang
disediakan telah mengacu keadaan system alokasi biaya operasional pendidikan
untuk mendukung ketiga komponen tersebut? Sebagimana kita ketahui bahwa sampai
saat Ini sekitar 80 sampai 95 persen anggaran rutin dialokasikan untuk gaji
yang secara rutin diberikan setiap bulan. Tantangan yang kita hadapi adalah,
sementara belanja pegawai (dalam bentuk gaji) telah mendominasi biaya
operasional pendidikan yang seharusnya juga dialokasikan untuk kedua masukan
instrumental yang lain, secara absolut nilai rupiah yang diterima masih jauh
dari kebutuhan riil untuk hidup para pendidik kita.
Dari uraian tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa persoalan pendidikan sebagai investasi merupakan isu yang
kompleks dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan
masing-masing isu tersebut sekarang ini juga semakin berat. Pembahasan tentang
investasi pendidikan ini akan lebih cermat lagi apabila kita juga menyadari
berbagai keterbatasan yang melekat kepada investasi pendidikan. Schultz (in psacharopoulos, 1987) menyebutkan bahwa setidak-tidaknya
ada tujuh karakteristik investasi pendidikan yang membedakn dengan investasi
fisik dan sekaligus merupakan keterbatasannya, yaitu:
1. sumber daya modal manusia hasil dari
pendidikan selalu melekat pada
individu sehingga tidak dapat
dijualbelikan atau ditransfer ke pihak lain serta hanya dapat dimanfaatkan di
tempat individu itu berada;
2. untuk memperoleh keuntungan atau
nilai balik dari investasi pendidikan, individu yang bersangkutan harus aktif
sendiri;
3. lama waktu memanfaatkan sumber daya
modal manusia terbatas kepada usia hidup yang bersangkutan;
4. seseorang harus aktif kontribusi
dalam investasi pendidikan, paling tidak menginvestasikan waktunya untuk
mengandung biaya kesempatan;
5. akan lebih efisien investasi
pendidikan dilakukan pada usia muda;
6. hasil investasi pendidikan dapat dimanfaatkan dalam kurun
waktu yang berbeda, ada yang cepat usang, ada yang stagnasi, tetapi juga ada
yang meningkat; dan
7. pada umumnya
karena alasan tertentu investasi pendidikan untuk wanita berbeda dengan pria.
BAB
III
KESIMPULAN
Jadi perlu kita sadari bahwa pentingnya peranan
pendidikan sebagai Human Capital karena modal manusia untuk tetap hidup bukan
hanya ditentukan oleh modal yang berupa materi saja akan tetapi pendidikan
dibutuhkan untuk jembatan menuju manusia yang berwawasan luas.berdedikasi
tinggi dan mempunyai skill yang mumpuni untuk menghadapi tantangan global saat
ini Dunia usaha pada masa sekarang ini telah banyak menuntut manusia yang
mempunyai skill yang spesifik untuk turut andil pada peningkatan produksi,oleh
karena itu pendidikan dituntut untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas,berdaya saing serta menpunyai keahlian dan ketrampilan.
Dalam hal ini Pendidikan bukan hanya Pendidikan formal
seperti SD,SLTP.SMA dan Perguruan Tinggi akan tetapi termasuk Pendidikan
latihan seperti Training Centre, kursus, Balai latihan khusus dll.
James S. Colemen (2008:373), menunjukan bahwa
sebagaimana kapital fisik yang di ciptakan dengan mengubah materi untuk
membentuk alat yang memudahkan produksi, kapital manusia diciptakan dengan
mengubah manusia dengan memberikan mereka keterampilan dan kemampuan yang
memampukan mereka bertindak dengan cara-cara yang baru. Perbedaan kapital fisik
dengan kapital manusia dapat kita lihat dalam wujudnya. Kapital fisik itu
berwujud sedangkan kapital manusia tidak berwujud.